PPerang Diponegoro mulai meletus di Tegalrejo, Jogjakarta dan meluas hampir ke seluruh Jawa. Bupati-bupati yang ada di bawah pengaruh Mataram ikut menyatakan perang terhadap Belanda. Maka perang Diponegoro sering disebut perang Jawa. Pangeran Diponegoro adalah putera sulung Sultan Hamengku Buwono III yang dilahirkan pada Tahun 1785. Ketika masih kecil bernama Pangeran Ontowiryo dan hidup bersama neneknya yang bernama Ratu Ageng di Tegalrejo. Ilmu agama Islam begitu mendalam dipelajari, sehingga membentuk karakter yang tegas, keras, dan jihad.
Perang Diponegoro sering dikenal sebagai Perang Jawa. Karena perang meluas dari Yogyakarta ke daerah lain seperti Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Madiun, dan Kertosono. Merupakan perang terbesar bagi Belanda sehingga menguras keuangan yang luar biasa jumlahnya. Korban dari pihak rakyatpun sangat besar, menurut catatan MC Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern (Sejarawan Australia) hampir setengah penduduk Yogyakarta habis karena perlawanan ini
Sebab-Sebab Umum Perang Diponegoro
Sebab umum perang diponegoro adalah:
1. Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah-pecah.
Karena ulah penjajah, kerajaan Mataram yang besar, di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo, terpecah belah menjadi kerajaan yang kecil. Melalui perjanjian Gianti 1755, kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayoyakarta. Dengan perjanjian Salatiga 1757 muncullah kekuasaan baru yang disebut Mangkunegaran dan pada tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan inilah yang dihadapi oleh Diponegoro.
2. Belanda ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.
Campur tangan yang amat dalam mengenai penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda. Demikian pula mengenai pengangkatan birokrasi kerajaan. Misalnya pengangkatan beberapa pegawai yang ditugaskan untuk memungut pajak.
3. Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
Telah terjadi kebiasaan bahwa kepada keluarga raja (sentana dalem), memberikan jaminan hidup
berupa tanah apanase, juga kepada pegawai kerajaan (abdi dalem) diberikan gaji berupa tanah lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa kolonial Inggris dan Belanda, banyak tanah-tanah
tersebut diambil oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian para bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak yang kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak senang karena hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
4. Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot.
Pengaruh Belanda di kraton makin bertambah besar. Adat kebiasaan kraton Yogyakarta seperti menyajikan sirih untuk Sultan bagi pembesar Belanda yang menghadap Sultan, dihapuskan. Pembesar-pembesar Belanda duduk sejajar dengan sultan. Yang paling mengkhawatirkan adalah masuknya minuman keras ke kraton dan beredar di kalangan rakyat.
5. Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak.
Berbagai macam pajak yang dibebankan pada rakyat penyebab perang diponegoro, antara lain:
- pejongket (pajak pindah rumah)
- kering aji (pajak tanah)
- pengawang-awang (pajak halaman-pekarangan)
- pencumpling (pajak jumlah pintu)
- pajigar (pajak ternak)
- penyongket (pajak pindah nama)
- bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
SUMBER:http://www.guruips.com
SOCIALIZE IT →